Tingkatan Puasa

Imam Ghazali mengklasifikasikan puasa menjadi tiga, yaitu puasa awam/umum, puasa khusus, dan puasa khusus dari yang khusus. Tingkat pertama adalah puasa awam atau umum yang biasa dilakukan oleh orang yang baru mulai berpuasa. Pada tingkat ini, puasa dilakukan untuk menahan diri dari memasukkan sesuatu dalam perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwatnya.

Puasa umum hanya menekankan pada aspek menahan diri dari hal yang membatalkan puasa secara jasmani, tidak memperhatikan aspek lainnya seperti batin dan pikiran. Orang yang berada pada tingkat puasa umum berpotensi melakukan dosa karena hanya berpuasa secara jasmani, tapi tidak dapat menahan pandangannya, lisannya, dan bagian tubuh lainnya dalam hal-hal makruh. Misalnya berpuasa tapi mengisi waktu dengan menonton tayangan yang tidak penting, atau hal-hal lainnya.

Tingkatan selanjutnya adalah puasa khusus yaitu menahan pandangan, penglihatan, lidah, tangan, kaki, serta seluruh anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Pada tingkat ini, orang yang berpuasa tidak hanya menahan diri untuk memenuhi kebutuhan syahwat, tapi juga menahan seluruh anggota tubuh dari perbuatan yang dilarang oleh Allah. Orang yang berada pada tingkat puasa khusus akan menahan lisan, penglihatan, pendengaran, dan seluruh anggota tubuh pada hal-hal yang tidak penting, tidak perlu, makruh, dan menjerumuskan pada dosa.

Menurut pemikiran Imam Ghazali, hakikat puasa adalah media untuk dekat dengan Allah swt. Puasa sebagai media dapat berfungsi sebagaimana mestinya apabila puasa dilandasi oleh kemauan kuat untuk semakin dekat dengan Allah dengan cara memerangi keinginan yang sifatnya lahiriah.

Tingkatan paling tinggi adalah puasa khusus dari yang khusus yaitu puasa hati dari segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain Allah secara keseluruhan. Orang yang berada pada tingkat ini biasanya para nabi, para aulia Allah, shiddiqin, dan orang-orang yang didekatkan pada Allah.

Pada tingkat ini, puasa tidak hanya dilakukan untuk menahan diri secara jasmani, tapi juga hati, batin, dan pikirannya. Orang pada tingkatan ini akan merasa batal berpuasa ketika muncul dalam hati dan pikirannya tentang duniawi, kecuali hal-hal duniawi yang mendorongnya untuk lebih dekat dengan Allah.

Tingkatan puasa tersebut menunjukkan adanya proses orang-orang beriman untuk menjadi lebih baik dalam menjalankan ibadah puasa yang begitu istimewa. Misalnya seseorang yang baru memulai berada pada tingkat puasa umum, maka harus terus berusaha agar bisa naik tingkat ke puasa khusus sehingga dapat terus berusaha berada dekat Allah SWT, sebagaimana menggunakan fungsi puasa sebagai media mendekatkan seorang hamba dengan Allah SWT.